Black & Purple








Memperbanyak Doa di Bulan Ramadhan


Memperbanyak ibadah di bulan Ramadhan merupakan hal yang sangat dianjurkan kepada kaum muslimin. Salah satunya adalah memperbanyak doa. Tidak ada doa kaum muslimin melainkan akan dikabulkan oleh Allah Subhanahu Wata'Ala, sebagaimana yang difirmankan-Nya dalam Alquran.
  Allah berfirman:
ayat19.jpg
Dan Rabb-mu berfirman: ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah (berdo’a) kepada-Ku akan masuk Neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (QS Al Mu’min :60)

Allah berfirman:
ayat28.jpg
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang-Ku, maka (jawablah) bahwa Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila dia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS.Al Baqarah:186)


Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah membebaskan hamba-hamba-Nya dari api Naar setiap hari dan malam di bulan Ramadhan. Dan sesungguhnya setiap muslim memiliki satu doa yang mustajab di bulan ini.” (HR: Ahmad II/254 dan Al-Bazzar 3142).
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tiga orang yang tidak tetolak doanya: Orang yang sedang berpuasa ketika berbuka, imam yang adil dan doa orang yang terzhalimi.” (HR: At-Tirmidzi 2528).
Diantara doa yang dianjurkan
- Doa Melihat Hilal (Bulan Sabit) :

– اللَّهُ أَكْبَرُ ، اللَّهُمَّ أَهِلَّهُ عَلَيْنَا بِالأَمْنِ وَالإِيمَانِ وَالسَّلاَمَةِ وَالإِسْلاَمِ وَالتَّوْفِيقِ لِمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى ، رَبُّنَا وَرَبُّكَ اللَّهُ

“Allah Maha Besar. Ya Allah, munculkanlah hilal itu kepada kami dengan membawa keamanan dan keimanan, keselamatan dan Islam, membawa taufiq kepada apa yang Engkau ridhai, Rabb kami dan Rabb kamu adalah Allah.” (HR: At-Tirmidzi dan Ad-Darimi).
- Istighfar dan Doa di Waktu Sahur :
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan yang memohon ampun di waktu sahur.” (QS. Ali Imran:17). “Dan di waktu-waktu sahur (akhir malam) mereka memohon am-pun (kepada Allah).” (QS. Adz-Dzariyat:18).
Apabila Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam mendapati waktu sahur beliau membaca doa:

– سَمِعَ سَامِعٌ بِحَمْدِ اللَّهِ وَحُسْنِ بَلَائِهِ عَلَيْنَا رَبَّنَا صَاحِبْنَا وَأَفْضِلْ عَلَيْنَا عَائِذًا بِاللَّهِ مِنْ النَّارِ

“Semoga ada yang memperdengarkan pujian kami kepada Allah atas nikmat dan cobaan-Nya yang baik bagi kami. Wahai Rabb kami, dampingilah kami (peliharalah kami) dan berilah karunia kepada kami dengan berlindung kepada Allah dari api Naar.” (HR: Muslim 2718 dari hadits Abu Hurairah).
- Doa Berbuka Puasa :

– ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوْقُ وَثَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ.

“Telah hilang rasa haus, dan urat-urat telah basah serta pahala akan tetap, insya Allah.” (HR: Abu Dawud, dan Al-Hakim dan beliau menshahihkannya, serta disetujui oleh Adz-Dzahabi dan Ibnu Umar. Lihat Shahih Al-Jami’).
- Doa Sebelum Makan atau Berbuka :
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila seseorang di antara kamu memakan makanan, hendaklah membaca:

– بِسْمِ اللهِ-

(“Bismillah”)
( Ket: Tidak ada tambahan kata Ar-Rahman Ar-Rahim, cukup “Bismillah”)
Apabila lupa pada permulaannya, hendaklah membaca

– بِسْمِ اللهِ فِيْ أَوَّلِهِ وَآخِرِهِ.

(HR. Abu Dawud 3/347, At-Tirmidzi 4/288, lihat kitab Shahih At-Tirmidzi).
- Doa Sesudah Makan atau Berbuka

– الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَطْعَمَنِيْ هَذَا وَرَزَقَنِيْهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّيْ وَلاَ قُوَّةٍ.

“Segala puji bagi Allah yang memberi makan ini kepadaku dan yang memberi rezeki kepadaku tanpa daya dan kekuatanku.” (HR. Penyusun kitab Sunan, kecuali An-Nasai, dan lihat Shahih At-Tirmidzi 3/159).
- Doa Tamu Kepada Orang Yang Menghidangkan Makanan / Minuman

– اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَهُمْ فِيْمَا رَزَقْتَهُمْ، وَاغْفِرْ لَهُمْ وَارْحَمْهُمْ.

“Ya Allah! Berilah berkah apa yang Engkau rezekikan kepada mereka, ampunilah dan belas kasihanilah mereka.” (HR: Muslim).

– اَللَّهُمَّ أَطْعِمْ مَنْ أَطْعَمَنِيْ وَاسْقِ مَنْ سَقَانِيْ.

“Ya Allah! Berilah ganti makanan kepada orang yang memberi makan kepadaku dan berilah minuman kepada orang yang memberi minuman kepadaku.” (HR: Muslim).
- Doa Apabila Berbuka Di Rumah Orang :

– أَفْطَرَ عِنْدَكُمُ الصَّائِمُوْنَ، وَأَكَلَ طَعَامَكُمُ اْلأَبْرَارُ، وَصَلَّتْ عَلَيْكُمُ الْمَلاَئِكَةُ.

“Semoga orang-orang yang berpuasa berbuka di sisimu dan orang-orang yang baik makan makananmu, serta malaikat mendoakannya, agar kamu mendapat rahmat.” (HR: Sunan Abu Dawud 3/367, Ibnu Majah 1/556 dan An-Nasa’i dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no. 296-298. Dishahihkan oleh Al-Albani).
- Doa Orang Yang Berpuasa Apabila Diajak Makan :

– إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ فَلْيُجِبْ، فَإِنْ كَانَ صَائِمًا فَلْيُصَلِّ وَإِنْ كَانَ مُفْطِرًا فَلْيَطْعَمْ.

“Apabila seseorang di antara kamu diundang (makan) hendaklah dipenuhi. Apabila puasa, hendaklah mendoakan (kepada orang yang mengundang). Apabila tidak puasa, hendaklah makan.” (HR. Muslim 2/1054).
- Ucapan Orang Yang Berpuasa Bila Dicaci Maki :

– إِنِّيْ صَائِمٌ، إِنِّيْ صَائِمٌ.

“Sesungguhnya aku sedang berpuasa. Sesungguhnya aku sedang berpuasa.” (HR. Al-Bukhari dengan Fathul Bari 4/103, Muslim 2/806).
- Doa Pergi Ke Masjid :

– اللَّهُمَّ اجْعَلْ فِي قَلْبِي نُورًا وَفِي لِسَانِي نُورًا وَاجْعَلْ فِي سَمْعِي نُورًا وَاجْعَلْ فِي بَصَرِي نُورًا وَاجْعَلْ مِنْ خَلْفِي نُورًا وَمِنْ أَمَامِي نُورًا وَاجْعَلْ مِنْ فَوْقِي نُورًا وَمِنْ تَحْتِي نُورًا اللَّهُمَّ أَعْطِنِي نُورًا

“Ya Allah, jadikanlah cahaya di hatiku, cahaya di lisanku, cahaya pada pendengaranku, cahaya pada penglihatanku, cahaya dari belakangku, cahaya dari depanku, cahaya dari atasku dan cahaya dari bawahku. Ya Allah, berilah aku cahaya.” (HR: Muslim I/530).
- Doa Masuk ke Masjid :

– أَعُوْذُ بِاللهِ الْعَظِيْمِ، وَبِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ، وَسُلْطَانِهِ الْقَدِيْمِ، مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، [بِسْمِ اللهِ، وَالصَّلاَةُ][وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ] اَللَّهُمَّ افْتَحْ لِيْ أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ.

“Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Agung, dengan wajah-Nya Yang Mulia dan kekuasaanNya yang abadi, dari setan yang terkutuk. Dengan nama Allah dan semoga shalawat dan salam tercurahkan kepada Rasulullah. Ya Allah, bukalah pintu-pintu rahmatMu untukku.” (HR. Muslim 1/494. Dalam Sunan Ibnu Majah, dari hadits Fathimah x “Allahummagh fir li dzunubi waftahli abwaba rahmatik”, Al-Albani menshahihkannya karena beberapa syahid).
- Doa Keluar Dari Masjid :

– بِسْمِ اللهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ، اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ، اَللَّهُمَّ اعْصِمْنِيْ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ.

“Dengan nama Allah, semoga shalawat dan salam terlimpahkan kepada Rasulullah. Ya Allah, sesungguhnya aku minta kepada-Mu dari karunia-Mu. Ya Allah, peliharalah aku dari godaan setan yang terkutuk”. (Tambahan: Allaahumma’shimni minasy syai-thaanir rajim, adalah riwayat Ibnu Majah. Lihat Shahih Ibnu Majah 129).
- Doa Qunut Witir :

– اَللَّهُمَّ اهْدِنِيْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنِيْ فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنِيْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لِيْ فِيْمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنِيْ شَرَّ مَا قَضَيْتَ، فَإِنَّكَ تَقْضِيْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ، إِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، [وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ]، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ.

“Ya Allah! Berilah aku petunjuk sebagaimana orang yang telah Engkau beri petunjuk, berilah aku perlindungan (dari penyakit dan apa yang tidak disukai) sebagaimana orang yang telah Engkau lindungi, sayangilah aku seba-gaimana orang yang telah Engkau sayangi. Berilah berkah apa yang Engkau berikan kepadaku, jauhkan aku dari kejelekan apa yang Engkau takdirkan, sesungguhnya Engkau yang menjatuhkan qadha, dan tidak ada orang yang memberikan hukuman kepada-Mu. Sesungguhnya orang yang Engkau bela tidak akan terhina, dan orang yang Engkau musuhi tidak akan mulia. Maha Suci Engkau, wahai Tuhan kami dan Maha Tinggi Engkau.” (HR. Empat penyusun kitab Sunan, Ahmad, Ad- Darimi, Al-Hakim dan Al-Baihaqi. Sedang doa yang ada di antara dua kurung, menurut riwayat Al-Baihaqi. Lihat Shahih At-Tirmidzi 1/144, Shahih Ibnu Majah 1/194 dan Irwa’ul Ghalil).

– اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ، وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوْبَتِكَ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْكَ، لاَ أُحْصِيْ ثَنَاءَ عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ.

“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung dengan kerelaan-Mu dari kemarahan-Mu, dan dengan keselamatan-Mu dari siksa-Mu. Aku berlindung kepada-Mu dari ancaman-Mu. Aku tidak mampu menghitung pujian dan sanjungan kepada-Mu, Engkau adalah sebagaimana yang Engkau sanjungkan kepada diri-Mu sendiri.” (HR. Empat penyusun kitab Sunan dan Imam Ahmad. Lihat Shahih At-Tirmidzi 3/180 dan Shahih Ibnu Majah 1/194).

– اَللَّهُمَّ إيـَّاكَ نَعْبُدُ، وَلَكَ نُصَلِّيْ وَنَسْجُدُ، وَإِلَيْكَ نَسْعَى وَنَحْفِدُ، نَرْجُوْ رَحْمَتَكَ، وَنَخْشَى عَذَابَكَ، إِنَّ عَذَابَكَ بِالْكَافِرِيْنَ مُلْحَقٌ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْتَعِيْنُكَ وَنَسْتَغْفِرُكَ، وَنُثْنِيْ عَلَيْكَ الْخَيْرَ، وَلاَ نَكْفُرُكَ، وَنُؤْمِنُ بِكَ، وَنَخْضَعُ لَكَ، وَنَخْلَعُ مَنْ يَكْفُرُكَ.

“Ya Allah! KepadaMu kami menyembah. Untuk-Mu kami melakukan shalat dan sujud.Kepada-Mu kami berusaha dan melayani. Kami mengharap-kan rahmatMu, kami takut pada siksaanMu. Sesungguhnya siksaanMu akan menimpa pada orang-orang kafir. Ya, Allah! Kami minta pertolongan dan minta ampun kepada-Mu, kami memuji kebaikan-Mu, kami tidak ingkar kepada-Mu, kami beriman kepada-Mu, kami tunduk pada-Mu dan berpisah pada orang yang kufur kepada-Mu.” (HR. Al-Baihaqi dalam As-Sunanul Kubra, sanadnya shahih 2/211. Syaikh Al-Albani dalam Irwa’ul Ghalil 2/170 berkata: Sanadnya shahih dan mauquf pada Umar).
- Bacaan Setelah Salam Sesudah Shalat Witir :

– سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوْسِ (3× يجهر بها ويمد بها صوته يقول) [رَبِّ الْمَلاَئِكَةِ وَالرُّوْحِ]

“Subhaanal malikil qudduusi (rabbul malaaikati warruh) tiga kali, sedang yang ketiga, beliau membacanya dengan suara keras dan panjang”. (HR. An-Nasai 3/244, Ad-Daruquthni dan beberapa imam hadis yang lain. Sedang kalimat antara dua tanda kurung adalah tambahan menurut riwayatnya 2/31. Sanadnya shahih, lihat Zadul Ma’ad yang ditahqiq oleh Syu’aib Al-Arnauth dan Abdul Qadir Al-Arnauth 1/337).
- Doa Yang Dibaca Pada Malam Lailatul Qadar :
Diriwayatkan bahwa ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang sebaiknya aku baca bila bertepatan dengan malam itu?” Rasulullah bersabda: “Bacalah:

اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي

“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi ampunan dan menyukai orang yang memohon ampunan, maka ampunilah aku.” (HR: At-Tirmidzi 3760, Ibnu Majah 3850, Ahmad VI/171, Al-Hakim I/530 dan An-Nasa’i dalam Amalul Yaum wal Lailah, silahkan lihat Shahih Jami’ At-Tirmidzi).
Waktu-waktu / Tempat / Orang Yang Mustajab Dalam Berdoa:
1. Sepertiga akhir malam.
2. Doa orang yang berpuasa & saat berbuka puasa bagi orang yang berpuasa.
3. Doa sebelum salam ketika shalat & setiap selepas shalat fardhu.
4. Pada saat perang berkecamuk.
5. Sesaat pada hari jum’at.
6. Pada waktu bangun tidur pada malam hari bagi orang yang sebelum tidur
dalam keadaan suci dan berdzikir kepada Allah.
7. Doa diantara Adzan dan Iqamah.
8. Doa pada waktu sujud dalam shalat.
9. Pada saat sedang turun hujan.
10. Pada saat ajal tiba.
11. Pada malam Lailatul Qadar.
12. Doa pada hari Arafah.
13. Pada waktu sahur.
14. Setelah melontar Jumrah.
15. Sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah.
16. Doa diantara Hajar Aswad dan pintu Ka’bah.
18. Doa seorang muslim terhadap saudaranya dari tempat yang jauh.
19. Orang yang memperbanyak berdoa pada saat lapang dan bahagia.
20. Doa orang yang terzhalimi atau teraniaya.
21. Doa Orang tua terhadap anaknya.
22. Doanya seorang musafir.
23. Doa orang yang dalam keadaan terpaksa, dll.
Kiat-kiat Agar Doa Mustajab :
- Mengikhlaskan niat hanya bagi Allah semata dan tidak menyekutukan Allah .
- Khusyu’, yakni melihat dirinya rendah, fakir di hadapan Allah, serta merasa sa-
ngat membutuhkan-Nya.
- Berdoa dengan suara lirih dan menjauhkan diri dari sifat riya agar doa yang di-
panjatkan tidak terdengar orang lain.
- Berdoa dengan menyebut nama-nama Allah yang Husna.
- Berdoa dalam keadaan suci.
- Berdoa kepada Allah dengan menengadahkan kedua telapak tangan (Ket:
Khusus doa-doa yang disyariatkan mengangkat kedua tangan).
- Memulai doa dengan mengucapkan hamdalah dan puji-pujian kepada Allah .
- Bershalawat atas Nabi dalam doa.
- Bersunggguh-sungguh dalam berdoa serta menunjukkan sikap sangat membu-
tuhkan dan sangat menginginkan doa yang ia panjatkan terkabul.
- Disunahkan berdoa dengan menghadap kiblat.
- Memperbanyak ucapan “Yaa Dzaljalaali wal ikram” ketika berdoa.
- Memperbanyak doa pada saat-saat lapang.
- Merintih dalam berdoa dan meminta yang banyak kepada Allah.
Penghalang-penghalang Terkabulnya Doa:
- Rezeki yang haram; baik makanan, minuman maupun pakaian.
- Tidak menyusahkan diri dengan membuat doa yang bersajak.
- Berlebih-lebihan dan melampui batas dalam berdoa.
- Berteriak dan mengeraskan suara dalam berdoa, maupun dengan sengaja.
- Tidak terburu-buru dalam meminta pengabulan doa.
- Berdoa dengan hati yang lalai lagi lengah.
Referensi:
- “Hisnul Muslim” oleh Dr. Said bin Ali bin Wahf Al-Qahthani,
- “Doa-doa Di Bulan Ramadhan” oleh Abu Ihsan Al-Atsari,
- “Jahalatun nas fid du’a” edisi Indonesia “Kesalahan Dalam Berdoa”, oleh Ismail bin Marsyud bin Ibrahim Ar-Rumaih, hal 181-189, terbitan Darul Haq, penerjemah Zainal Abidin Lc.

sumber : diambil dari blog Abu Umamah dan Abu Zubair dengan penambahan seperlunya.

Some Inspiration







Hey Everyone!
Here are some pictures i find inspiring, hope you guys like them too :)
<3


Yummy

Hi Everyone,
Here are some pictures of chocolatey goodness that i was able to get at the fudge factory at Niagara Falls, i wish i had gotten some pictures of the other stuff as well but its better than nothing :p









Hope you guys like the pictures!

Keutamaan Ramadhan

Syekh Shalih Al-Munajid dalam tulisannya tentang khsoshoishu syahri Ramadhan menyebutkan keistimewaan Ramadhan di antaranya:
1. Allah menurunkan Al-Qur’an (di dalam Bulan Ramadan).
Sebagaiamana firman Allah Ta’ala pada ayat,
( شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدىً لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ )
"(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).” (QS. Al-Baqarah [2] : 185)

Allah Ta’ala juga berfirman:
( إنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ ) سورة القدر: 1
"Sesungguhnya Kami turunkan (Al-Qur’an) pada malam Lailatul Qadar.”
2. Allah menetapkan Lailatul Qadar pada bulan tersebut, yaitu malam yang lebih baik dari seribu bulan, sebagaimana firman Allah:
( إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ . وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ . لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ . تَنَزَّلُ الْمَلائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ . سَلامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ ) سورة القدر: 1-5
"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar." (QS. Al-Qadar [97] : 1-5)
Dan firman-Nya yang lain:
( إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ ) سورة الدخان: 3
"Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi[1369] dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” (QS. Ad-Dukhan [44] : 3)
Allah telah mengistimewakan bulan Ramadhan dengan adanya Lailaul Qadar. Untuk menjelaskan keutamaan malam yang barokah ini, Allah turunkan surat Al-Qadar, dan juga banyak hadits yang menjelaskannya, di antaranya Hadits Abu Hurairah radhialahu ’anhu, dia berkata: Rasulullah sallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
أَتَاكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَكٌ فَرَضَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ , تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ , وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ , وَتُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ , لِلَّهِ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ, مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ " رواه النسائي ( 2106 ) وأحمد (8769) صححه الألباني في صحيح الترغيب ( 999 ) .
“Bulan Ramadhan telah tiba menemui kalian, bulan (penuh) barokah, Allah wajibkan kepada kalian berpuasa. Pada bulan itu pintu-pintu langit dibuka, pintu-pintu (neraka) jahim ditutup, setan-setan durhaka dibelenggu. Padanya Allah memiliki malam yang lebih baik dari seribu bulan, siapa yang terhalang mendapatkan kebaikannya, maka sungguh dia terhalang (mendapatkan kebaikan yang banyak)." (HR. Nasa’I, no. 2106, Ahmad, no. 8769. Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Shahih At-Targhib, no. 999)
Dari hadits Abu Hurairah radhiallahu ’anhu, dia berkata, Rasulullah sallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ . (رواه البخاري، رقم 1910، ومسلم، رقم 760 )
“Barangsiapa yang berdiri (menunaikan shalat) pada malam Lailatul Qadar dengan (penuh) keimanan dan pengharapan (pahala), maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni." (HR. Bukhari, no. 1910, Muslim, no. 760)
3. Allah menjadikan puasa dan shalat yang dilakukan dengan keimanan dan mengharapkan (pahala) sebagai sebab diampuninya dosa.
Sebagaimana telah terdapat riwayat shahih dalam dua kitab shahih; Shahih Bukhori, no. 2014, dan shahih Muslim, no. 760, dari hadits Abu Hurairah radhiallahu ’anhu, sesungguhnya Nabi sallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
« مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang berpuasa (di Bulan) Ramadhan (dalam kondisi) keimanan dan mengharapkan (pahala), maka dia akan diampuni dosa-dosa yang telah lalu.”
Juga dalam riwayat Bukhari, no. 2008, dan Muslim, no. 174, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ ».
”Barangsiapa yang berdiri (menunaikan shalat) di bulan Ramadan dengan iman dan mengharap (pahala), maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”
Umat Islam telah sepakat (ijma) akan sunnahnya menunaikan qiyam waktu malam-malam Ramadhan. Imam Nawawi telah menyebutkan bahwa maksud dari qiyam di bulan Ramadhan adalah shalat Taraweh, Artinya dia mendapat nilai qiyam dengan menunaikan shalat Taraweh.
4. Allah (di bulan Ramadhan) membuka pintu-pintu surga, menutup pintu-pintu neraka dan membelenggu setan-setan.
Sebagaimana dalam dua kitab shahih, Bukhari, no. 1898, Muslim, no. 1079, dari hadits Abu Hurairah radhiallahu ’anhu, dia berkata: Rasulullah sallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
« إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ ».
“Ketika datang (bulan) Ramadan, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu.”
Demikian penegasan Syekh Shalih al-Munajid dalam Khoshosishu syahri Ramadhan.
Semoga kita meraih semua keutamaan tersebut. Amiin.

disadur dari tulisan : Al-Ustadz Hartono Ahmad Jaiz

Hukum Puasa Ramadhan



Puasa pada bulan Ramadhan adalah merupakan salah satu rukun Islam, Allah Ta’ala berfirman:
ayat16.jpg
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”(QS.Al Baqarah:183)
ayat24.jpg
Maka barangsiapa diantara kamu melihat bulan itu (Ramadhan), hendaklah ia berpuasa.” (QS. Al Baqarah:185)
Dari Abu Abdirrahman Abdullah ibnu Umar Ibnul Khaththab radhiallahu ‘anhuma berkata: “Aku telah mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “Islam dibangun diatas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, menunaikan haji dan puasa pada bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari , Muslim)
Dalam riwayat Muslim:..”puasa pada bulan Ramadhan dan menunaikan haji.”
Kaum Muslimin telah berijma’ (bersepakat) bahwa puasa pada bulan Ramadhan hukumnya adalah wajib dan barangsiapa mengingkarinya maka ia kafir.
Puasa Ramadhan ini diwajibkan pada tahun kedua Hijriyyah, maka Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam berpuasa selama sembilan kali Ramadhan. (Majalis Syarh Ramadhan, karya Syaikh Utsaimin hal 21 dan setelahnya).
Setiap orang Islam yang telah baligh lagi berakal maka wajib atasnya berpuasa pada bulan Ramadhan. (Fushul Fi Ash Shiyam wa At Tarawih wa Az Zakah, Ibnu Utsaimin hal 5)
TARGHIB (DORONGAN) UNTUK BERPUASA RAMADHAN
1. Pengampunan Dosa-Dosa
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
ayat35.jpg
Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan pengharapan maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
ayat43.jpg
Shalat yang lima waktu, Jum’at ke Jum’at, Ramadhan ke Ramadhan adalah penghapus dosa yang terjadi diantara masa tersebut apabila dosa-dosa besar dijauhinya.” (HR.Muslim)
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam pernah naik mimbar lalu berkata: “Amien, Amien, Amien”. Beliau ditanya:”Ya Rasulullah, anda naik mimbar kemudian mengucapkan:Amien, Amien, Amien?” Beliau bersabda:”Sesungguhnya Jubril ‘Alaihis Salam datang kepadaku lalu berkata: ‘Barangsiapa yang mendapati bulan Ramadhan tetapi tidak diampuni dosanya lalu dia masuk neraka maka Allah akan jauhkan dia. Katakan : Amien’. Maka akupun mengucapkan:Amien”…dst. (HR. Ibnu Khuzaimah dan Ahmad dan Al Baihaqi. hadits ini shahih).
2. Dikabulkannya Do’a dan Dibebaskan dari Api Neraka
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “Sesungguhnya Allah memiliki hamba-hamba yang dibebaskan dari neraka setiap siang dan malam bulan Ramadhan, dan semua orang muslim yang berdo’a akan dikabulkan do’anya.” (HR. Al Bazzar, Ahmad. Hadits ini shahih).
3. Orang yang Berpuasa termasuk Shiddiqin dan Syuhada
Dari Amr bin Murrah Al Juhani radhiallahu ‘anhu berkata: “Datang seorang laki-laki kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam lalu berkata:’Ya Rasulullah! Apa pendapatmu jika aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq untuk diibadahi kecuali Allah. Engkau adalah Rasulullah, aku shalat lima waktu, aku tunaikan zakat, aku lakukan puasa Ramadhan dan shalat tarawih di malam harinya, termasuk orang yang manakah aku?’. Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjawab: “Termasuk dari Shiddiqin dan Syuhada.” (HR. Ibnu Hibban. Sanadnya shahih).
ANCAMAN BAGI ORANG YANG MEMBATALKAN PUASA RAMADHAN DENGAN SENGAJA
Dari Abu Umamah Al Bahiliy radhiallahu ‘anhu berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “Ketika aku sedang tidur, datanglah dua orang laki-laki lalu memegang dua lenganku membawaku ke satu gunung yang kasar (tidak rata), keduanya berkata:’Naiklah’. Aku jawab:’Aku tidak mampu’. Lalu keduanya berkata:’Kami akan memudahkannya untukmu’. Lalu akupun naik hingga ketika aku sampai di puncak gunung, ketika itulah aku mendengar suara yang keras. Akupun bertanya:’Suara apakah ini?’. Mereka menjawab:’Ini adalah teriakan penghuni neraka.’ Kemudian keduanya membawaku, maka ketika aku melihat orang-orang yang digantung dengan kaki diatas, mulut mereka rusak/robek, darah mengalir dari mulut mereka, aku bertanya:’ Siapakah mereka?’ Dia menjawab:’Mereka adalah orang-orang yang berbuka sebelum halal puasa mereka (sebelum tiba waktunya).’” (HR. An Nasa’i, Ibnu Hibban dan Al hakim. Hadits ini Shahih).
MENJELANG BULAN RAMADHAN
1. Menghitung Hari Bulan Sya’ban
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “Puasalah kamu karena melihat hilal (bulan) dan berbukalah karena melihat hilal. Jika kamu terhalangi awan, sempurnakanlah bulan Sya’ban tiga puluh hari.” (HR.Bukhari dan Muslim).
Dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “Janganlah kamu puasa hingga melihat hilal, jangan pula kamu berbuka hingga melihatnya, jika kamu terhalangi awan hitunglah bulan Sya’ban.” (HR.Bukhari dan Muslim)
Dari ‘Adiy bin Hatim radhiallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “Jka datang bulan Ramadhan puasalah tiga puluh hari, kecuali kamu melihat hilal sebelum itu (hari ketiga puluh).” (HR. At Thahawi, Ahmad, At Thabrani)
2. Larangan Berpuasa Pada Hari yang Diragukan
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam pernah bersabda: “Janganlah kamu mendahului Ramadhan dengan melakukan puasa satu atau dua hari sebelumnya kecuali seseorang yang telah rutin berpuasa maka berpuasalah.” (HR. Muslim)
Shilah bin Zufar meriwayatkan dari Ammar berkata: “Barangsiapa yang berpuasa pada hari yang diragukan berarti telah durhaka kepada Abul Qosim (Rasulullah).” (HR.Bukhari secara ta’liq)
Sumber : abuzubair.wordpress.com

Fairies

Hey everyone!
Here's a new look, all the colours were used from my 88 costal scents palette.
Hope you guys like it :) 








Membongkar Kebohongan & Penyesatan Buku ”Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi”

Waspadai buku “SEJARAH BERDARAH SEKTE SALAFI WAHABI: Mereka Membunuh Semuanya Termasuk Para Ulama.” Buku yang diberi Kata Pengantar oleh Ketua PBNU, Prof KH Said Agil Siraj ini penuh dengan kesesatan, antara lain: menebar provokasi kebencian dan permusuhan sesama Muslim, mengajarkan rasisme, penuh kecurangan dan kebohongan, mempromosikan ajaran Syi’ah, memicu pertikaian besar sesama kaum Muslimin, terang-terangan mengajarkan prinsip-prinsip kesesatan, mengajarkan sikap kurang ajar kepada para Ulama, memakai metode intelijen untuk mengadu-domba umat Islam, dan mendukung serangan kaum Islamophobia terhadap dakwah.
Oleh: AM. Waskito


Di tahun 2011 ini muncul sebuah kejutan, khususnya di lapangan dakwah Islam di tanah Air, yaitu dengan terbitnya sebuah buku berjudul: SEJARAH BERDARAH SEKTE SALAFI WAHABI: Mereka Membunuh Semuanya Termasuk Para Ulama. Buku ini karya orang Indonesia, tetapi disamarkan seolah penulisnya adalah orang Arab. Si penulis menyebut dirinya sebagai Syaikh Idahram, sebuah nama yang terasa asing di kancah dakwah.
Buku “Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi” –selanjutnya disingkat dengan SBSSW– ini sangat berbahaya kalau tersebar luas ke tengah masyarakat. Dilihat dari judulnya saja, tampak sangar, provokatif, dan berpotensi menjerumuskan kaum Muslimin dalam pertikaian tanpa kesudahan. Buku SBSSW ini tidak layak diklaim sebagai buku ilmiah. Bisa dikatakan, buku ini adalah buku adu-domba, yang ditulis oleh orang Syiah dan Liberal, dalam rangka membenturkan sekelompok Ummat Islam dengan kelompok lainnya. Bahkan ia sudah masuk kategori buku Black Campaign.
Kita harus belajar dari kejadian-kejadian aktual di tengah masyarakat. Misalnya kerusuhan di Cikeusik Banten yang menimpa penganut Ahmadiyyah. Kerusuhan itu sudah direkayasa sedemikian rupa; di sana telah dipersiapkan barisan provokator, penyerang bersenjata, pengambil gambar, korban, tukang upload video di internet, dll. Lalu pasca kejadian itu, dibuat rekayasa opini yang sangat keji melalui media-media TV. Dalam opini yang dikembangkan, digambarkan betapa beringas sikap aktivis Islam kepada kaum Ahmadiyyah. Padahal pihak Ahmadiyyah sendiri melalui pimpinannya (Deden) sejak awal sudah menginginkan terjadi kerusuhan di tempat tersebut. Akibat kerusuhan ini, para aktivis Liberal (baca: kaum non Muslim) berkoar-koar meminta supaya FPI dibubarkan. Kejadian itu mencerminkan skenario adu-domba, permusuhan, dan penyesatan opini. Kaum Liberal (non Muslim) yang kebanyakan adalah anak-cucu kaum PKI di tahun 1965 dulu, mereka selalu berada di balik aksi-aksi jahat untuk menghancurkan citra kaum Muslimin dan merusak persatuan Ummat. Di balik beredarnya buku SBSSW tercium aroma kuat modus serupa, berupa adu domba dan penyesatan opini. Semoga Allah Ta’ala mengekalkan laknat, kehancuran usaha, kesusahan hidup, serta kehinaan, atas kaum pendosa yang selalu memfitnah Islam dan kaum Muslimin itu. Amin Allahumma amin, ya ‘Aziz ya Jabbar ya Mutakabbir.
Buku ini bisa memicu banyak bahaya di tengah-tengah kehidupan kaum Muslimin. Di sini kita akan membahas sisi-sisi bahaya tersebut, antara lain sebagai berikut:

1. Menebar provokasi kebencian dan permusuhan sesama Muslim

Buku ini memprovokasi masyarakat untuk membenci dan memusuhi apa yang oleh penulis disebut sebagai sekte Salafi Wahabi. Menyebarkan kebencian seperti itu jelas sangat dilarang dalam Islam.
Dalam hadits Nabi SAW bersabda,
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يَخْذُلُهُ وَلاَ يَحْقِرُهُ. التَّقْوَى هَا هُنَا ». وَيُشِيرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ « بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ ».
“Seorang Muslim itu saudara Muslim yang lain, tidak boleh menzhaliminya, membiarkannya dizhalimi, dan menghinanya. Taqwa itu di sini –kata Nabi sambil menunjuk ke dadanya tiga kali-. Cukuplah seseorang disebut berbuat jahat jika dia menghina saudara Muslimnya)” [HR. Muslim].

2. Mengajarkan rasisme yang sangat berbahaya

Buku ini mengandung ajaran-ajaran RASIS yang sangat berbahaya. Penulisnya mengajak Ummat Islam memusuhi negara Saudi, para ulamanya, kaum santrinya, serta Pemerintahannya. Selain itu penulis buku itu juga mengajak memusuhi siapa saja, di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, yang mendukung paham Wahabi.
Salah satu bukti sikap RASIS dari penulis buku ini ada di hal. 174. Disana dia mengatakan: “Tanduk setan itu berasal dari keturunan Bani Tamim. Sedangkan kita tahu bahwa, pendiri Salafi Wahabi itu juga berasal dari keturunan yang sama, yaitu Bani Tamim, sebagaimana gelar yang selalu dipakainya: Muhammad Ibnu Abdul Wahhab an Najdi at Tamimi. Jadi klop sudah. Bukan dibuat-buat.” (SBSSW, hal. 174). Dalam halaman yang cukup banyak penulis ini menghancurkan nama baik wilayah Najd, di Saudi. Salah satunya dia katakan: “Dari Najd timbul berbagai kegoncangan, fitnah-fitnah, dan dari sana munculnya tanduk setan.” (SBSSW, hal. 158).
Anehnya vonis “tanduk setan” terhadap Najd dan penduduknya ini tidak dilakukan, kecuali setelah di Najd bangkit dakwah Wahabi. Artinya, vonis itu mengandung niat busuk. Kalau misalnya wilayah Najd dianggap “tanduk setan”, seharusnya mereka sudah melontarkan vonis jauh-jauh hari sebelum muncul gerakan dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Bahkan seharusnya, mereka dan Khilafah Utsmani di Turki tidak boleh marah ketika Najd direbut oleh keluarga Ibnu Saud. Ya buat apa marah, wong Najd sudah divonis sebagai “tanduk setan” kok? Malah mereka seharusnya bersyukur, ada manusia yang mau mengolah wilayah “tanduk setan” itu. Kalau melihat dendam kesumat kaum anti Wahabi, baik dari sisi kaum Alawiyyun atau kaum Syiah, masalah sebenarnya bukan ke persoalan Najd sebagai “tanduk setan.” Tetapi Najd yang semula dikuasai keluarga Syarif Hussein selama 700 tahun, lalu berpindah kekuasaan ke tangan Ibnu Saud. Itu sebenarnya masalah utama di balik munculnya hadits-hadits soal Najd sebagai “tanduk setan” ini. Bisa jadi, ketika 700 tahun Najd dikuasai keluarga Syarif, mereka tidak banyak menyinggung soal Najd sebagai “tanduk setan.”
Bukan hanya Bani Tamim atau penduduk Najd yang dilecehkan penulis, dia juga melecehkan orang Arab.
Dalam bukunya dia berkata: “Tidak semua orang Arab mengerti agama, bahkan banyak dari mereka yang ‘lebih dajjal’ daripada dajjal. (SBSSW, hal. 224).
Padahal Nabi SAW menyebut bahwa puncak fitnah itu ada saat kedatangan dajjal. Bahkan kata beliau, para Nabi dan Rasul selalu mengingatkan ummatnya tentang dajjal ini. Lalu kini, si penulis menuduh banyak orang Arab ‘lebih dajjal’ dari dajjal sendiri. Inna lillahi wa inna ilaihi ra’jiun. Berarti dalam hal ini penulis merasa lebih pintar dari Nabi SAW? Masya Allah!! Banyak bukti-bukti sikap RASIS dari si penulis yang menyebut diri Syaikh Idahram ini. Dan sikap RASIS ini sudah menjadi ciri khas kaum Syiah dan penganut SEPILIS.
Para penganut Syiah di Indonesia banyak dari keturunan Arab Yaman (Hadramaut). Mereka itu orang Arab, atau keturunan Arab. Padahal dalam akidah Syiah, jika nanti turun Imam Al Mahdi Al Qaim, dia akan membabat habis bangsa Arab, hanya menyisakan kaum Persia. Begitu keyakinan mereka. (Mengapa Saya Keluar dari Syiah, karya Sayyid Hussein Al Musawi, hal. 134-135). Pemimpin FPI, Habib Rieziq Shihab, pernah menulis sebuah makalah ilmiah tentang karakter RASIS kaum Liberal.

3. Penuh kecurangan dan kebohongan

Buku ini penuh kecurangan dan kebohongan. Penulis secara sadar mengacaukan akal para pembaca dengan data-data, kutipan, referensi, dll. Tetapi semua itu tidak dituangkan dalam suatu pembahasan ilmiah secara jujur.
Contoh, ketika dia menyebutkan kekejaman kaum Wahabi di hal. 61-138, bab tentang, “Mereka Membunuh Semuanya, Termasuk Para Ulama.” Di sini yang diceritakan penulis hanya kekejaman, keganasan, kesadisan, serta angkara murka kaum Wahabi. Tetapi penulis tidak pernah sedikit pun mengakui bahwa semua itu merupakan bentuk KONFLIK POLITIK antara keluarga-keluarga Emir (bangsawan) di Jazirah Arab.
Konflik seperti itu sudah terjadi sejak lama di Jazirah Arab, bahkan sebelum Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dilahirkan oleh ibunya. Penulis ini juga hanya menghujat posisi Kerajaan Saudi, padahal yang melepaskan diri dari Khilafah Utsmani Turki bukan hanya Saudi. Disana ada Yaman, Bahrain, UEA, Qatar, Irak, Oman, Mesir, Yordania, Syria, dll. Kecurangan yang dibungkus kemasan ilmiah, tentu lebih berbahaya, sebab ia akan dikira sebagai kebenaran yang tak terbantahkan.

4. Mempromosikan ajaran Syi’ah

Buku ini juga mempromosikan ajaran-ajaran Syiah. Banyak indikasi-indikasi yang membuktikan hal itu dalam buku SBSSW. Nanti akan kita bahas secara khusus tentang akidah yang dianut penulis (Syaikh Idahram). Salah satu contoh kecil, sangat halus, tetapi kelihatan. Perhatikan kalimat berikut ini: “Pada bulan Safar 1221 H/1806 M, Saud menyerang an Najaf al Asyraf, namun hanya sampai di As Sur (pagar perlindungan). Meskipun gagal menguasai An Najaf, tetapi banyak penduduk tak berdosa mati terbunuh.” (SBSSW, hal. 104-105).
Tidak ada seorang pun Ahlus Sunnah yang menyebut Kota Najaf dengan sebutan Al Asyraf. Hanya orang Syiah yang melakukan hal itu.
Kota Najaf terletak di Irak, begitu pula Karbala. Sedangkan Kota Qum terletak di Iran. Kota Najaf, Karbala, dan Qum selama ini diklaim sebagai kota suci kaum Syiah. Sepanjang tahun kaum Syiah berziarah ke kota-kota itu karena di sana ada situs-situs yang disucikan kaum Syiah. Selama ini kaum Muslimin mengenal Masjidil Haram di Makkah dengan sebutan Al Haram As Syarif. Namun kaum Syiah menyebut Kota Najaf dengan ungkapan Al Asyraf (artinya, lebih mulia atau paling mulia). Seolah, mereka ingin mengatakan, bahwa Najaf lebih mulia dari Kota Makkah. Inna lillahi wa inna ilaihi ra’jiun.
Fakta lain yang menunjukkan bahwa si penulis berakidah Syiah adalah pernyataan berikut ini: “Dalam Islam, sedikitnya ada 7 mazhab yang pernah dikenal, yaitu: Mazhab Imam Ja’far ash Shadiq (Mazhab Ahlul Bait), Mazhab Imam Abu Hanifah an Nu’man, Mazhab Imam Malik bin Anas, Mazhab Imam Syafi’i, Mazhab Imam Ahmad ibnu Hanbal, Mazhab Syiah Imamiyah, dan Mazhab Daud azh Zhahiri. Sedangkan “Mazhab Salaf” tidak pernah ada! Sebab ulama Salaf itu banyak, termasuk di dalamnya imam-imam mazhab yang tadi.” (SBSSW, hal. 208).
Demi Allah, Ahlus Sunnah di seluruh dunia Islam tidak akan ada yang mengatakan perkataan seperti ini. Perkataan seperti ini hanya akan keluar dari lidah orang-orang Syiah (Rafidhah). Lihatlah, dalam perkataan ini dia mengklaim ada 7 madzhab dalam Islam, yaitu 4 madzhab Ahlus Sunnah, ditambah 2 madzhab Syiah (madzhab Ja’fari dan Imamiyyah) dan 1 madzhab Zhahiri. Pendapat yang masyhur di kalangan Ahlus Sunnah, madzhab fikih itu hanya ada 4 saja, yaitu madzhab Abu Hanifah (Hanafi), Imam Malik (Maliki), Imam Syafi’i (Syafi’i), dan madzhab Imam Ahmad (Hanbali). Kalau ada tambahan, paling madzhab Zhahiri. Itu pun tidak masyhur di kalangan Ahlus Sunnah. Lalu dalam buku SBSSW itu, si penulis Syiah berusaha membohongi kaum Muslimin, dengan mengatakan, bahwa dalam Islam ada sedikitnya 7 madzhab. Inna lillahi wa inna ilaihi ra’jiun. Bahkan madzhab Ja’fari dalam kalimat di atas disebut pada urutan pertama. Lebih busuk lagi, madzhab Syiah Imamiyyah yang merupakan salah satu sekte Syiah paling ekstrem, disebut sebagai madzhab Islam juga. Allahu Akbar!
Kalimat di atas juga mengandung kebodohan yang sangat telanjang. Coba perhatikan kalimat berikut ini: Sedangkan “Mazhab Salaf” tidak pernah ada! Sebab ulama Salaf itu banyak, termasuk di dalamnya imam-imam mazhab yang tadi. (SBSSW, hal. 208). Kalimat seperti ini hanya mungkin dikatakan oleh orang gila. Bayangkan, si penulis secara tegas mengklaim, bahwa madzhab Salaf itu tidak ada. Tetapi pada kalimat yang sama, dia mengakui bahwa imam-imam madzhab (seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’I, dan Imam Ahmad), termasuk bagian dari ulama Salaf. Si penulis bermaksud mementahkan eksistensi madzhab Salaf, tetapi saat yang sama dia mengakui bahwa imam-imam madzhab itu termasuk imam madzhab Salaf. Kalau dia jujur ingin mengatakan, bahwa madzhab Salaf tidak ada, berarti madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, atau Hanbali juga tidak ada. Ya bagaimana lagi, wong mereka itu imam-imam Salaf kok. Si penulis itu mengakui, bahwa mereka adalah imam-imam Salaf.
Sangat disayangkan dalam hal ini, KH. Ma’ruf Amin, salah satu Ketua MUI, ikut mendukung buku ini. Padahal MUI sendiri pada tahun 1984 pernah mengeluarkan fatwa yang menjelaskan pokok-pokok kesesatan paham Syiah menurut Ahlus Sunnah, kemudian MUI meminta Ummat Islam mewaspadai sekte ini. (Lihat situs voa-islam.com, tentang tersebarnya fatwa palsu MUI tentang Syiah yang ditulis anggota MUI, Prof. Dr. Umar Shihab. Fatwa itu mengklaim bahwa paham Syiah tidak sesat menurut MUI. Lalu redaksi voa-islam.com mencantumkan fatwa MUI asli yang dikeluarkan tahun 1984, tentang aspek-aspek kesesatan Syiah).
Bahkan KH. Ma’ruf Amin pernah diminta MUI untuk mengkaji tentang haramnya Nikah Mut’ah di kalangan Syi’ah. (Lihat Aliran dan Paham Sesat di Indonesia, karya Ustadz Hartono Ahmad Jaiz, hal. 144. Jakarta, Pustaka Al Kautsar, tahun 2006).
Seharusnya beliau membaca secara teliti buku SBSSW itu, sebelum mempromosikannya ke tengah masyarakat. Kalau ingin membantah KH. Ma’ruf Amin ini, kita merasa tidak enak, sebab beliau termasuk ulama sepuh di negeri kita. Tetapi kalau melihat keterlibatan beliau dalam mendukung buku SBSSW itu, kita sangat menyesalinya. Bisakah di sini dikatakan bahwa KH. Ma’ruf Amin ikut mendukung paham Syiah? Wallahu A’lam bisshawaab. Semoga saja dukungan KH. Ma’ruf Amin ini hanyalah merupakan ketergelinciran seorang alim dan semoga ia segera dihapus dengan pernyataan bara’ah (berlepas diri dari buku SBSSW itu). Kalau beliau tidak melakukannya, secara pribadi saya akan menyebut beliau sebagai pendukung Syiah dan SEPILIS. Siapapun yang terlibat mempromosikan ajaran sesat (Syiah dan SEPILIS) tidak layak didoakan mendapat khusnul khatimah, karena promosi seperti itu bisa membuat ribuan kaum Muslimin mati dalam keadaan su’ul khatimah. Na’udzubillah wa na’udzubillah min dzalik.

5. Pemicu pertikaian besar sesama kaum Muslimin

Buku ini bisa memicu pertikaian besar di tengah kaum Muslimin. Mengapa dikatakan demikian? Sebab sang penulis tidak mengidentifikasi kaum Wahabi dengan ciri-ciri yang jelas. Dengan sendirinya masyarakat akan bingung memahami, Wahabi itu apa dan bagaimana? Perlu diketahui, yang mengajarkan Tauhid, Sunnah, ilmu, dan dakwah, bukan hanya dakwah Wahabi. Jamaah-jamaah Islam yang lain juga mengajarkan hal itu.
Contoh, gerakan Ikhwanul Muslimin. Manhaj gerakan ini merujuk kepada Ushulul Isyrin (prinsip 20) yang diajarkan Syaikh Hasan Al Bana rahimahullah. Dalam prinsip itu juga diajarkan tentang pentingnya Tauhid, buruknya syirik; pentingnya Sunnah, buruknya bid’ah. Bahkan ormas Islam seperti Muhammadiyah, Persis, Al Irsyad, Dewan Dakwah (DDII), Pesantren Hidayatullah, Wahdah Islamiyyah, dll. juga mengajarkan Tauhid, Sunnah, ilmu, dan dakwah. Begitu pula Majelis Mujahidin, Jamaah Ansharut Tauhiid, dan yayasan-yayasan dakwah Salafi. Jika masyarakat salah paham, mereka akan menyangka bahwa semua organisasi, lembaga, atau yayasan itu harus dibenci dan dimusuhi, karena mereka dianggap Wahabi.

6. Terang-terangan mengajarkan prinsip-prinsip kesesatan

Buku ini secara jelas telah mengajarkan prinsip-prinsip KESESATAN secara telanjang. Disini akan disebutkan beberapa pernyataan penulis. Coba perhatikan kalimat berikut ini: “Sesungguhnya Salaf tidak pernah sama dalam memahami berbagai masalah agama yang begitu komplek.” (SBSSW, hal. 201). Ini adalah jenis KESESATAN BESAR. Kalimat ini jelas meniadakan Al Ijma’ di kalangan para Shahabat, Tabi’in, dan Tabi’ut Tabi’in. Padahal para ulama sudah sepakat, kalau suatu urusan telah menjadi ijma’ (konsensus) mayoritas Shahabat, hal itu menjadi dasar hukum yang kuat. Misalnya ijma’ Shahabat dalam memilih empat Khalifah (Abu Bakar Ra, Umar Ra, Utsman Ra, dan ‘Ali Ra) sebagai pemimpin Ummat. Ijma’ ini tidak diragukan lagi. Begitu pula ijma’ mereka dalam Jihad Fi Sabilillah, penulisan Mushaf Al Qur’an, menyatukan bacaan Al Qur’an, Shalat berjamaah di masjid, Shalat ‘Ied, Shalat Istisqa’, menyelenggarakan Zakat, Shaum Ramadhan, manasik Haji, dll. Apa saja yang dilakukan secara jama’i oleh Shahabat Ra, dan tidak ada pengingkaran mereka atas hal itu, ia adalah Ijma’ Shahabat.
Kalau dikatakan Salaf tidak pernah sama dalam segala masalah agama, otomatis mereka selalu berselisih dan berselisih. Disini mengandung dua tuduhan dahsyat. Pertama, penulis itu telah menuduh para Shahabat Ra bermental buruk, sehingga sulit menyatukan kalam.
Di mata kaum Syiah, mencela, menghina, atau merendahkan para Shahabat Ra bukan sesuatu yang aneh. Bahkan melaknat para Shahabat itu telah menjadi amal shalih tersendiri. Na’udzbillah min dzalik.
Mereka selalu berpecah-belah, tak pernah bersatu. Kedua, penulis juga menuduh ajaran Islam sebagai biang perpecahan. Padahal secara hakiki, Islam mengajarkan prinsip Al Jamaah, yaitu persatuan Ummat. Bahkan ada ulama yang mengatakan, perpecahan adalah qurrata a’yun-nya syaitan. Karena syaitan sangat berkepentingan terhadap perpecahan Ummat
Kemudian, perhatikan kalimat berikut ini, “Siapa saja yang ahli atau telah memenuhi syarat dalam memahami teks-teks agama, dia berhak atas hal itu, tidak wajib mengikuti pemahaman Salaf seperti yang disangkakan Salafi Wahabi.” (SBSSW, hal. 205). Lihatlah betapa beraninya ucapan penulis ini! Dia begitu meremehkan kaum Salaf, dan merasa dirinya setara dengan Salaf. Innalillahi wa inna ilaihi ra’jiun. Sudah masyhur tentang kisah Imam Malik rahimahullah. Beliau pernah ditanya 40 pertanyaan, dan sebagian besar pertanyaan itu dijawab dengan kalimat, “Laa ad-riy” (aku tidak tahu). Hanya satu pertanyaan yang beliau jawab. Lihatlah, betapa sangat hati-hatinya Imam Malik dalam berfatwa. Padahal siapa yang meragukan pengetahuan beliau tentang Islam? Ajaran yang menyuruh Ummat Islam mengikuti jejak Salafus Shalih, bukanlah monopoli kaum Wahabi. Hal itu disebutkan dalam Al Qur’an, Surat At Taubah ayat 100:
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ [التوبة/100]
“Dan orang-orang yang mula pertama masuk Islam, dari kalangan kaum Muhajirin dan kaum Anshar, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan ihsan, Allah ridha kepada mereka, dan mereka pun ridha kepada Allah. Dan Allah telah menyediakan bagi mereka syurga-syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan besar.”
Di sini ada kalimat وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ “walladzinat taba’uu hum bil ihsan” (dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan ihsan). Ini adalah dalil qath-iy tentang pentingnya mengikuti jejak Salafus Shalih (para Shahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in).
Lucunya, si penulis dalam bukunya ternyata getol mengikuti konsep keilmuwan yang ditinggalkan para Salaf, setidaknya dalam soal riwayat hadits-hadits. Bisa dikatakan di sini, “Tanpa peranan generasi Salaf, kita hari ini tidak akan memiliki ilmu apapun.”
Di halaman lain penulis SBSSW berkata: “Bagaimana mungkin mereka mengharuskan kita mengikuti madzhab Salaf, kalau namanya saja tidak ada? Sebab tidak pernah ada dan tidak pernah dikenal dalam sejarah peradaban umat Islam, apa yang dinamakan madzhab Salaf.” (SBSSW, hal. 207-208). Ini adalah puncak kebodohan si penulis. Memang dalam Al Qur’an atau As Sunnah, tidak disebutkan secara eksplisit “madzhab Salaf.” Tetapi kaum Salaf itu ada dan nyata. Kaum Salaf adalah para Shahabat Nabi, Khulafaur Rasyidin, Ahlul Bait Nabi, kaum Muhajirin, kaum Anshar, peserta Perang Badar, peserta Bai’at Ridhwan, dll. Begitu pula Imam madzhab fiqih, seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’I, Imam Ahmad bin Hanbal; para imam ahli hadits, seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Ibnu Majah, Imam Abu Dawud, Imam Tirmidzi, Imam Nasa’i, Imam Baihaqi, Imam Ibnu Khuzaimah, Imam Ad Darimi, dll. Semua itu adalah kaum Salaf. Mereka ada dan nyata. Hanya orang-orang pandir yang akan mengingkari mereka.
Kita tidak perlu mencari-cari sebutan “madzhab Salaf” untuk mengikuti jejak mereka. Adanya eksistensi kaum Salaf yang merupakan generasi terbaik Ummat ini, itu sudah menunjukkan adanya manhaj Salaf. Seperti pernyataan kaum Badui yang masih bersih fithrah ketika ditanya tentang eksistensi Allah. “Adanya jejak kaki dan kotoran hewan, bisa menunjukkan adanya kafilah yang melintasi padang pasir. Begitu pula, adanya bintang-bintang di langit menunjukkan adanya Sang Pencipta alam semesta.” Adanya suatu kaum yang memiliki sifat-sifat tertentu, hal itu sudah membuktikan adanya manhaj kaum tersebut. Kalau kemudian manhaj Salaf hendak dibuang, jelas akan bubar agama ini. Na’udzubillah wa na’udzubillah min dzalik. Bagaimana bisa kita memahami Islam, tanpa metode yang dicontohkan kaum Salaf? Adapun bentuk mengikuti manhaj Salaf itu secara kongkritnya ialah mengikuti dan melestarikan kaidah-kaidah ilmiyah yang diwariskan kaum Salaf di bidang Al Qur’an, Tafsir, ilmu Hadits, Akidah, Fiqih, Ibadah, hukum Haad, Siyasah, Suluk, ilmu bahasa, sastra Arab, dll. Sejauh kita beragama mengikuti kaidah-kaidah ilmiah itu, berarti kita telah mengikuti Salaf. Dan kaidah-kaidah inilah yang selama ini hendak dihancurkan oleh para penganut SEPILIS.

7. Kurang ajar kepada para Ulama

Buku ini mengajarkan sikap kurang ajar kepada para ulama yang telah diakui oleh Ummat. Perilaku seperti ini sudah khas menjadi ciri kaum Syiah dan SEPILIS. Mereka tidak segan-segan menyerang Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Bukhari, Az Zuhri, bahkan melecehkan para Shahabat Ra. Salah satu bukti sikap kurang ajar ke ulama ialah perkataan penulis berikut ini: “Menurut hemat penulis, dalam masalah ini (yaitu soal apakah Al Qur’an itu makhluk atau bukan –pen.), Imam Ahmad lah yang keliru. Sebab Allah SWT secara terang berfirman dalam Al Qur’an, ‘Ma ya’tihim min dzikrin min robbihim muhdatsin’ (tidak datang kepada mereka suatu ayat Al Qur’an pun yang muhdats/baru dari Tuhan mereka).” [QS. Al Anbiya’: 2].
Lihat, betapa lancangnya si penulis dalam membantah Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah! Dia merasa lebih pandai dari Imam Ahmad. Masya Allah.
Dengan berdalil memakai surat Al Anbiya’ ayat 2 ini, penulis hendak mematahkan akidah Imam Ahmad bin Hanbal, bahwa Al Qur’an itu Kalamullah, bukan muhdats (ciptaan baru). Menurut si penulis, Al Qur’an itu ciptaan baru alias makhluk. Namun sangat curangnya, dia memotong kelanjutan dari ayat tersebut. Kelanjutannya adalah, “Illa istama’uhu wa hum yal’abuun” (melainkan mereka mendengarkan, namun dengan main-main). Jadi yang dimaksud dalam Surat Al Anbiya’ ayat 2 itu ialah celaan terhadap sikap buruk orang musyrikin, tatkala datang ayat-ayat Allah yang baru (karena memang Al Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur), mereka mendengarkan tetapi sambil bermain-main. Ayat ini berkaitan dengan kelakuan orang musyrik, bukan dalil bahwa Al Qur’an itu makhluk. Kalau tidak percaya, silakan Pembaca periksa sendiri ayat tersebut menurut versi terjemahan paling popluler di Indonesia, yaitu Departemen Agama RI. Ulama akidah menjelaskan, bahwa keyakinan ‘Al Qur’an itu makhluk’, apabila didasari pengetahuan dan kesengajaan, akan membuat kafir pelakunya. Sebab dengan keyakinan itu mereka hendak menyamakan Al Qur’an dengan makhluk, yang tentu di sisi makhluk terdapat banyak kelemahan dan kesalahan. Siapapun yang meyakini demikian, berarti dia telah kufur kepada Al Qur’an. Padahal salah satu syarat keimanan adalah at tashdiqu bil qalbi (pembenaran dengan hati). Kalau hatinya sudah kufur kepada Al Qur’an, otomatis imannya pun gugur. Maka orang-orang Syiah yang meyakini bahwa Al Qur’an telah diubah-ubah oleh para Shahabat Nabi Saw termasuk ke golongan gugur iman itu. Na’udzubillah minal kufri.
Di sisi lain, penulis ini dengan sangat lancang mengatakan: “Jadi benar apa yang disangkakan selama ini, bahwa ternyata Salaf yang mereka maksud, tidak lain dan tidak bukan, adalah Ibnu Taimiyah dan CS-nya.” (SBSSW, hal. 220). Begitu juga: “Sudah jelaslah, siapakah sebenarnya yang mereka ikuti, yakni Ibnu Taimiyah, Ibnu Abdul Wahab dan CS-nya, yang mereka klaim sebagai ‘Salaf’.” (SBSSW, hal. 222). Menyebut ulama besar dengan kata “CS-nya” bukanlah adab manusia terpelajar. Ia hanya pantas dilakukan manusia-manusia otak kotor. Lebih buruk lagi si penulis mengatakan: “Begitu juga dengan Muhammad bin Abdul Wahhab, tokoh pendiri Wahabi –sosok temperamental dan kejam yang telah membunuhi ribuan umat Islam semasa hidupnya-, hampir semua ulama yang hidup sezaman dengannya menganggap ajarannya sesat.” (SBSSW, hal. 223).
Jahatnya, si penulis sama sekali tidak pernah bisa membuktikan, bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab telah membunuh manusia, apalagi sampai ribuan manusia. Itu tak ada bukti valid yang bisa dipegang.
Penulis ini tentu saja tidak segan melecehkan ulama-ulama besar lain, seperti Syaikh Ibnu Baz, Syaikh Ibnu Utsaimin, Syaikh Al Albani, Syaikh Ibnu Jibrin, Syaikh Shalih Fauzan, bahkan melecehkan dewan fatwa Saudi, Lajnah Da’imah. Kalau sudah begini, apalagi yang bisa diharapkan dari penulis ini? Masih adakah kebaikan disana?

8. Memakai metode intelijen untuk mengadu-domba umat Islam

Dalam mengkritik gerakan dan paham Wahabi, penulis jelas-jelas menggunakan metode TAJASSUS alias mencari-cari kesalahan. Cara demikian biasanya dilakukan kalangan intelijen anti Islam, untuk mengadu-domba Ummat. Metode tajassus bukan metode ilmiah, tetapi termasuk metode khianat dalam ilmu. Metode tajassus pertama kali dikembangkan oleh Fir’aun dan Bani Israil, ketika mereka selalu mencari-cari kesalahan Musa As. Bahkan tajassus itu termasuk perbuatan haram. Dalam Al Qur’an disebutkan, “Wa laa tajas-sasuu” (dan janganlah kalian saling mencari-cari kesalahan). [Al Hujuraat: 12].
Di hadapan sikap tajassus, tidak ada seorang manusia pun yang selamat dari kesalahan. Namanya juga mencari-cari kesalahan; kalau tidak ketemu, ya dipaksakan agar tetap ada kesalahan. Dalam buku SBSSW itu penulis menyebut fatwa Syaikh Bin Baz tentang “bumi tidak berputar.” Di antara sekian banyak fatwa-fatwa Syaikh Bin Baz yang bermanfaat, sehingga Dr. Yusuf Al Qaradhawi pernah menyebut beliau sebagai Al Imamul Jazirah, ternyata oleh penulis diambil fatwa tentang “bumi tidak berputar ini” (hal. 220-221). Begitu pula penulis ini menyebut pendapat Ibnu Taimiyyah yang ganjil tentang “siksa neraka untuk orang kafir tidak kekal” (hal. 184). Pendapat-pendapat seperti ini bukan pendapat utama mereka. Ia adalah pendapat “recehan” di sisi sedemikian banyak pendapat-pendapat mereka yang berkualitas. Tetapi karena memang dasarnya benci, apapun kesalahan yang dijumpai akan dipakai untuk menyerang.
Salah satu yang lucu ialah ketika si penulis mengutip pandangan Dr. Said Ramadhan Al Buthi dalam bukunya, As Salafiyah Marhalah Zamaniyah Mubarakah Laa Madzhab Islami. (SBSSW, hal. 27). Dengan dasar buku ini dia menuduh ulama-ulama Wahabi tidak mengikuti madzhab apapun. Padahal para ahli-ahli Islam sudah mafhum, bahwa ulama-ulama Saudi, termasuk Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, bahkan Ibnu Taimiyyah rahimahullah, mereka itu pengikut madzhab Imam Ahmad bin Hanbal. Ini sangat nyata dan jelas.
Dalam soal “Al Qur’an adalah Kalamullah” jelas-jelas mereka mengikuti akidah Imam Ahmad. Begitu pula Bahkan Syaikh Al Albani rahimahullah telah menyusun kitab Al Irwa’ul Ghalil, sebanyak total 9 jilid. Kitab ini berisi takhrij hadits-hadits yang termuat dalam kitab Manarus Sabil yang menjadi pegangan fiqih madzhab Hanbali. Ulama-ulama Wahabi pun giat memberikan syarah terhadap kitab Aqidah Thahawiyyah, yang bersumber dari akidah Imam Abu Hanifah rahimahullah. Dan begitu bencinya penulis ini kepada Wahabi, sampai dia menulis: “Pembagian tauhid semacam itu tidak terdapat juga di dalam karya murid-murid Imam Ahmad bin Hanbal yang terkenal seperti Ibnu Al Jauzi dan Al Hafizh Ibnu Katsir.” (SBSSW, hal. 236).
Kalau dunia ilmiah sudah dimasuki metode tajassus ini, hasilnya hanyalah kerusakan, dendam, dan kesesatan. Tidak ada kebaikan dari metode yang dibangun di atas cara haram. Bukankah tajassus diharamkan dalam Al Qur’an?

9. Penulisnya tertimpa penyakit Gila

Penulis ini (Idahram) termasuk orang-orang yang sudah tertimpa penyakit “gila.” Di dalam bukunya ini tercampur-baur berbagai macam pemikiran, akidah, fitnah, kebohongan, dendam kesumat, kecurangan, dan sebagainya. Bahkan di dalamnya terdapat banyak kontradiksi-kontradiksi.
Contohnya, perhatikan kalimat berikut ini: “Kita harus melepaskan pemahaman-pemahaman tersebut dan kembali kepada Al Qur’an, Sunnah Rasul SAW, dan ilmu bahasa Arab sebagai alatnya. Lalu, kita pakai otak kita untuk memahami dan menelaah perkara-perkara yang diperselisihkan tersebut, sehingga akan jelas bagi kita saat itu, mana pendapat yang benar dan mana yang salah di antara mereka. Kita kembali kepada pemahaman kita, bukan kepada pemahaman Salaf.” (SBSSW, hal. 211).
Lihatlah betapa beraninya penulis dalam meninggikan otaknya di atas ilmu para Salaf yang mulia. Kemudian baca kalimat berikut ini: “Sebab, jika semua orang Arab ‘berhak’ untuk menafsirkan Al Qur’an sekehendak hatinya, tanpa mengerti rambu-rambunya, dan boleh berijtihad tanpa keahlian yang dia miliki, maka semua orang Arab menjadi ulama. Namun kenyataannya tidaklah demikian. Tidak semua orang Arab mengerti agama, bahkan banyak dari mereka yang ‘lebih dajjal’ daripada dajjal. Itulah sebabnya, kenapa tidak sembarang orang boleh berijtihad dan mengeluarkan fatwa.” (SBSSW, hal. 224).
Dua kutipan ini tentu sangat mencengangkan; satu sisi memberi kebebasan penuh kepada akal untuk mencerna perselisihan-perselisihan agama; di sisi lain tidak boleh sembarangan memahami agama dengan akal sendiri. Padahal jarak antara kalimat pertama dan kedua hanya beberapa halaman saja.
Kegilaan itu merata dalam buku si penulis. Ketika dia membahas hadits-hadits tentang Najd, dia mengklaim bahwa Najd adalah tempatnya fitnah, tempatnya puncak kekafiran, tempatnya “tanduk setan.” Tetapi ketika membahas tentang kekejaman kaum Wahabi (seperti yang dituduhkan penulis), dia menyebutkan kota-kota di Najd yang menjadi sasaran keganasan kaum Wahabi, seperti Thaif, Qashim, Ahsa, Uyainah, Riyadh, Syammar, dan lainnya. (Lihat SBSSW, hal. 77-106).

10. Mendukung serangan kaum Islamophobia terhadap dakwah

Dan terakhir, di antara bahaya terbesar di balik tersebarnya buku ini, adalah suatu kenyataan, bahwa Wahabi hanya merupakan SASARAN KESEKIAN dari serangan orang-orang ini. Serangan ini merupakan satu agenda, di samping agenda-agenda serangan lain.
Tentu kita masih ingat munculnya buku, “Ilusi Negara Islam.” Di sana gerakan-gerakan dakwah Islam internasional juga mendapatkan stigmatisasi, dengan label “gerakan transnasional.” Tujuannya, agar masyarakat Indonesia membenci gerakan-gerakan dakwah dari luar negeri itu.
Kita menyadari, kaum Syiah, penganut SEPILIS, Yahudi-Nashrani, orientalis Barat, aliran-aliran sesat, mereka sudah sepakat untuk menghancurkan fondasi ajaran Islam dari dasar-dasarnya. Siang malam mereka berjuang untuk merealisasikan tujuan penghancuran Akidah, Syariat, dan Peradaban Islam. Seperti LSM SETARA Institute.
Adalah sangat ajaib ketika Said Agil Siraj, Ketua Umum PBNU, memberikan dukungan terbuka terhadap buku SBSSW ini. Apa tujuannya? Apakah ingin menghancurkan dakwah Islam, ilmu Syariat, merusak persatuan Ummat, dan mencerai-beraikan proyek-proyek pembangunan Islam selama ini? Di mana kualitas intelektualitas seorang Said Agil Siraj sebagai “profesor doktor” dan Ketua Umum PBNU? Tidak ingatkah Said Agil Siraj bahwa dia mendapat gelar doktor setelah menamatkan studi di Universitas Ummul Qura’, yang dikelola kaum Wahabi?
Kalau kata orang Jawa Timur, “Yo, sing nduwe isin-lah, Pak!” Anda sudah kenyang mendapat fasilitas dari kaum Wahabi, bahkan anak-anak Anda lahir di bawah kemurahan kaum Wahabi, lalu kini Anda ikut menyerang paham Wahabi dengan membabi-buta. Apakah dulu di pesantren Anda tidak diajari pelajaran adab seorang Muslim?
Kalau membaca buku SBSSW itu, saya yakin bahwa posisi Said Agil Siraj ini –semoga Allah membalas perbuatannya secara adil dan menjadi ibrah besar bagi kaum Muslimin di Nusantara- bukan hanya sebagai pemberi kata pengantar. Saya yakin, Said Agil Siraj terlibat langsung di balik proyek penerbitan buku-buku propaganda ini.
Menurut Ustadz Hartono Ahmad Jaiz, sosok Said Agil Siraj ini pernah dikafirkan oleh 12 orang kyai. Ada pula yang melayangkan surat ke Universitas Ummul Qura, meminta supaya mereka mencabut gelar doktor Said Agil. (50 Tokoh Islam Liberal Indonesia, karya Budi Handrianto, hal. 160. Jakarta, Pustaka Al Kautsar, 2007).
Demikianlah sekilas pandangan tentang buku “Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi,” karya Syaikh Idahram. Buku ini andaikan ditulis dengan semangat kejujuran, metode ilmiah Islami, serta upaya melakukan koreksi terhadap sesama Muslim, dalam rangka memperbaiki kehidupan Ummat; tentu upaya itu akan disambut dengan rasa syukur. Sekurangnya, ia akan dipandang sebagai sumbangan ilmiah berharga. Tetapi dengan performa judul, metode penulisan, serta sekian banyak kecurangan yang dilakukan penulis; tidak diragukan lagi bahwa buku SBSSW itu ditujukan untuk merusak kehidupan kaum Muslimin.
Secara pribadi saya menghimbau agar para ahli-ahli Islam segera “turun tangan” untuk membuat analisis obyektif atas buku SBSSW itu. Kemudian hasilnya, silakan sampaikan kepada khalayak kaum Muslimin. Saya sendiri berpandangan, buku ini sangat berbahaya, dan sudah selayaknya di-black list, atau ditarik dari peredaran.
Akhirul kalam, semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala selalu merahmati kaum Muslimin di negeri ini, menolong mereka atas segala prahara berat yang menimpa, menyantuni mereka atas segala konspirasi jahat yang dilontarkan musuh-musuh Islam, serta meluaskan hidayah ke seluruh sudut negeri, agar lebih banyak manusia yang hidup di atas keshalihan; bukan di atas khianat, kedengkian, dan permusuhan terhadap Islam. Allahumma amin. Wallahu a’lamu bis-shawab
sumber : Voice of islam, NahiMunkar

The Green Lantern

I saw the Green Lantern movie poster and was inspired by the green and black colours.
Hope you like the look.
Adios 








Deep Blue

Holaaa
Oh man it's been so long since I have done a new post..sorry..so much has happened in the last 2 weeks, and i have been so tired. But im back now so look out for lots of new post :) 


I hope you like this deep blue and purple look!
Adios :) 

One Lovely Blog Award


Thanks Saf  for giving me my very first blog award! <3


Rules:
> link back to the person who passed you the award
> share seven random things about yourself
> award 15 blogs
> drop them a note and tell them about it

Here are the 7 random things about me:
  1. I used to hate mascara when i was a bit younger
  2. I'm a neat freak and like everything to be organized :P 
  3. I not a morning person..though i try  
  4. Its going to be 2 years at the end of this september since i started wearing the hijab
  5. I don't like roses..lol
  6. I'm team Blackberry! 
  7. I love going out, i don't like being home all the time...and i love to travel :) 
So that's some random stuff about me :P if you guys want to know anything else just ask me in the comments :)

The 15 lovelies I'd like to pass this award to:

Stephanie 
Dina 
Yaz
Nad
Chiara
Shahirah 
Tiffany 
Lorena
Sana
Zinah
Su
♥ Sarah
sara


LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...